Jumat, 27 Mei 2016

Pendekatan Dakwah Berbasis Keluarga



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keluarga adalah satuan kerabat yang mendasar terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak. Keluarga dalam pandagan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidahcyang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidak harmonisan dan kehancuran.
Keluarga adalah batu pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.Bila pondasi ini kuat lurus agama dan akhlak anggota maka akan kuat pula masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Oleh karena itu jika dakwah masuk ke sela-sela keluarga akan lebih baik lagi melihat keluarga adalah basis terkecil terciptanya ahlak yang baik.
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai dakwah yang berbasis keluarga sampai lebih mendalam. Semoga tulisan ini dapt menjadi bahan diskusi dan dapat diambil ibrah bagi kalangan intelektual dan cendikiawan muda yang haus akan pengetahuan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep Islam tentang keluarga ?
2.      Apa saja pranata sosial dalam keluarga ?
3.      Apa saja tipe keluarga ?
4.      Bagaimana fungsi keluarga ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Islam tentang keluarga
Konsep keluarga menurut Islam secara substansial tidak begitu berbeda dengan bentuk konsep kelurga sakinah yang ada pada hukum Islam yaitu membentuk rumah tangga yang bernafaskan Islam , yaitu mawaddah wa rahmah.[1]
Makna kata keluarga (al-usrah) dalam Islam lebih luas cakupannya disbanding dalam hukum-hukum lainnya. Keluarga dalam Islam mencakup suami istri dan anak-anak yang merupakan buah perkawinan dan keturunan mereka, juga mencakup pula saudara-saudara kandung dan nenek yaitu paman-paman dan bibi-bibi termasuk anak-anak mereka. Demikianlah kata keluarga memasukkan suami istri dan memasukkan pula semua sanak kerabat dekat maupun jauh, yang dalam kondisi apapun memiliki hak dan kewajibannya masing.  Tingkatan hak-hak ini berbeda-beda tergantung kadar kedekatannya dan kejauhannya dari seseorang hak-hak bagi sanak kerabat yang dekat lebih kuat dibandingkan sanak kerabat yang lebih jauh.
Dalam keluarga masing-masing individu mempunyai hak yang diantaranya hak-hak suami, hak-hak isteri, hak-hak anak termasuk dalam hal ini mengenai hak peyusuan, pengasuhan,hak perwalian diri dan harta. Dan tentunya juga hak-hak sanak kerabat secara umum.
Mengenai hak istri terhadap suami seperti yang dijelaskan pada Al-Qur’an :
اَلرِّ جاَلُ قَوًّامُوْنَ عَلىَ النِّسآَءِ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri). (QS. An-Nisa: 34)”
Dasar hubungan yang mengikat sebagai keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam Islam adalah perkawinan. Segala bentuk hubungan apapun di luar perkawinan adalah haram yang mendatangkan adanya hukuman berat. Seperti firman Allah SWT :
وَالَّذِيْنَ هُمْ للِزَّكَوةٍ فاَعِلوُنَ (5)
اِلاَّعَلىَ اَزْوَاجِهِمْ اَوْماَملَكَتْ اَيْماَنُهُمْ فاَنَّهُمْ غَيْرَ مَلُوْمِيْنَ (6)
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka , kecuali terhadap istri-istri mereka atas sahaya-sahaya mereka, maka sesungguhnya mereka tidak tercela” (QS. Al-Mukminun : 5-6)[2]
B.     Pranata sosial dalam keluarga
Keluarga adalah lembaga social dasar dari mana semua lembaga atau pranata social lainnya berkembang. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga meruapakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu.  Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok primer, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.[3]
Dalam sebuah keluarga terdapat sebuah pranata sosial yang mendasar diantaranya :
  
1.      Pranata kencan
Kencan merupakan perjanjian social yang secara kebetulan dilakukan oleh dua orang individu yang berlainan jenis seksnya untuk mendapatkan kesenangan. Pada umumnya kencan ini mengawali suatu perkawinan dalam keluarga. Jadi fungsi kencan yang sebenarnya adalah agar supaya kedua belah  saling kenal mengenal, selain itu juga memberi kesempatan pada kedua belah pihak untuk menyelidiki kepribadian dari mereka masing masing sebelum mereka berdua mengikatkan diri pada suatu perkawinan. System ini tidak diikuti oleh semua keluarga di dunia. Pada suatu keluarga yang menganut system perkawinan ditentukan dilarang sama sekali sebab yang menjadi pertimbangan utama dalam keluarga adalah kepentingan kelompok.
2.      Pranata peminangan
Kencan merupakan langkah pertama dalam rangkaian untuk menetapkan peranan utama keluarga. Apabila kencan sudah mantap, maka dapat dilanjutkan dengan peminangan. Jadi, peminangan merupakan kelanjutan dari kencan dan diartikan sebagai pergaulan yang tertuup dari dua individu yang bertujuan untuk kawin.
Selama taraf peminangan, mereka dapat membandingkan dengan teliti mengenai perangainya, kepentingannya, dan cita-citanya. Jadi fungsi peminangan adalah untuk menguji kesejajaran pasangan dalam segala hal seperti yang telah disebutkan di atas, dan ujian ini diharapkan tidak akan mengancam perkawinan yang akan dating. Dengan demikian kata lain fungsi menguji dalam peminangan di sini agar kedua belah pihak dapat berhasil saling menyesuaikan diri sebelum sampai pada perkawinan.
3.      Pranata pertunangan.
Antara peminangan dan perkawinan dikenal adanya lembaga pertunangan. Pertunangan dapat diartikan sebagai perkenalan secara formal antara dua orang individu yang berniat akan kawin dan diumumkan secara resmi. Jadi pertunangan merupakan lanjutan daripada peminangan sebelum terjadi perkawinan
4.      Pranata perkawinan
Pranata terakhir yang berhubungan dengan keluarga inti, yaitu perkawinan. Arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status yang oleh orang lain. Perkawinan merupakan persatuan dari dua  atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat.[4]
C.    Tipe keluarga
Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya, dibawah ini adalah tipe-tipe keluarga diantaranya yaitu:
1.      Keluarga Batih (Nuclear Family)
Keluarga batih adalah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri. Keluarga ini bisa juga disebut sebagai keluarga konjugal (conjugal Family), yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri beserta anak-anaknya.
2.      Keluarga Luas (Extended Family)
 Keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-masing suami dan istri. Dengan kata lain luas adalah keluarga batih ditrambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa diperrtahankan.
3.      Keluarga Pangkal (Stem Family)
Keluarga pangkal yaitu sejenis keluarga yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua. Keluarga pangkal ini banyak terdapat di Eropa zaman feodal. Pada masa tersebut seorang anak yang paling tua bertanggungjawab terhadap adik-adiknya yang perempuan sampai ia menikah, begitu pula terhadap saduara laki-lakinya yang lainnya. Dengan demikian, pada jenis keluarga ini pemusatan kekayaan hanya pada atu orang.
4.      Keluarga Gabungan (Joint Family)
Keluarga gabungan yaitu keluarga yang terdiri atas orang-orang yang berhak atas hasil milik keluarga, antara lain saudara laki-laki pada setiap generasi. Disini, tekanannya hanya pada saudara laki-laki karena menurut adat Hindu, anak laki-laki sejak kelahirannya mempunyai hak atas kekayaan keluarga. Kendatipun antar saudara laki-laki itu tinggal terpisah, mereka menganggap dirinya sebagai suatu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban mereka bersama, termasuk membuat anggaran penawaran harta keluarga dan menetapkan anggaran belanja. Lelaki tertua yang menjadi kepaa keluarga tidak bisa menjual harta milik bersama itu. Pada tahun 1956 kedudukan hukum kesatuan ini dirubah sehingga mancakup saudara perempuan dan janda yang berhak asat milik keluarga.
5.      Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi
Keluarga prokreasi adalah sebuah keluarga yang individunya merupakan orang tua. Adapun oriebtasi adalah keluarga yang individunya  merupakan salah seorang keturunan.
D.    Fungsi Keluarga
Dalam setiap masyarakat, keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada didalamnya memiliki  tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga.
Fungsi disini mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban, diantaranya yaitu:
1.      Fungsi Biologis
Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami istri. Keluarga ialah lembaga pokok yang secara absah memberikan uang bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Namun, ada pula masyarakat yang memberikan toleransi yang berbeda-beda  terhadap lembaga yang mengambil alih fungsi pengaturan seksual ini, misalnya tempat-tempat hiburan dan panti pijat. Kenyataan ini pada dasarnya merupakan suatu kendala dan sekaligus suatu hal yang sangat rumit untuk dipikirkan. Kelangsungan sebuah keluarga, banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga yang biasanya berujung pada perceraian dan poligami.
2.      Fungsi Pengaturan Seksual
Keluarga adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual. Sebagian besar masyarakat menyediakan berbagai macam cara untuk menyalurkan nafsu seksual dengan tingkat toleransi yang berbeda-beda. Sejumlah masyarakat dunia memperbolehkan anak muda untuk mencari pengalaman hubungan seksual sebelum menikah. Mereka tidak memperdulikan keperawanan, bahkan menganggapnya menggelikan. Kadang tujuan utamanya adalah untuk menentukan kesuburan seorang gadis yang mengandung berarti siap untuk menikah.
3.      Fungsi Reproduksi
Untuk urusan “memproduksi” anak setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga. Cara-cara lain hanyalah kemungkinan teoritis saja, dan sebagian besar masyarakat mengatur untuk menerima produksi anak diluar pernikahan. Namun, tidak ada masyarakat yang menetapkan seperangkat norma untuk memperoleh anak kecuali sebagai bagian dari keluarga.

4.      Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka.

5.      Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa dicinta. Kebutuhan kasih sayang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seseorang. Banyak orang yang tidak menikah sungguh bahagia, sehat dan berguna, tetapi orang yang tidak pernah dicintai jarang bahagia, sehat, dan berguna. Oleh karena itulah, kebutuhan kasih sayang sangat diharapkan bisa diperankan oleh keluarga.
Belakangan ini banyak muncul kelompok sosial yang mampu memenuhi kebutuhan persahabatan dan kasih sayang.  Tentu saja kelompok ini secara tidak langsung merupakan perluasan dari fungsi afeksi dalam keluarga. Akan tetapi, perlu diwaspadai apabila kebutuhan afeksi itu kemudian diambil alih oleh kelompok lain di luar keluraga.

6.      Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik manusia. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi, belajar berjalan,  hingga mampu berjalan. Semuanya diajari oleh keluarga. Salah satu fungsi keluarga sebagai alat pendidikan dapat dilihat pada keluarga Jawa dan Sunda. Seorang anak yang menerima suatu pemberian dari orang lain harus menerima dengan tanga kanan. Jika tidak dengan tangan kanan, pemberian itu akan ditarik kembali. Sebaliknya, jika menggunakan tangan kanan, pemberian itu benar-benar akan diberikan.

7.      Fungsi             Religius
Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi keluarga semakin berkembang, di antaranya fungsi keagamaan yang mendorong  dikembangkannya keluarga dan seluruh anggotanya menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Fungsi religius dalam keluarga merupakan salah satu indikator keluarga sejahtera. Dalam UU No.10 Tahun 1922 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan PP No.21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera disebutkan bahwa agama berperan penting dalam mewujudkan keluarga sejahtera. Pendidikan agama dalam keluarga, tidak saja bisa dijalankan dalam keluarga, menawarkan pendidikan agama, seperti pesantren, tempat pengajian, majelis taklim, dan sebagainya.

8.       Fungsi Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya. Sebagian masyarakat memandang bahwa serangan terhadap salah seorang anggota keluarga berarti serangan bagi seluruh keluarga, dan semua anggota keluarga wajib membela atau membalaskan penghinaan itu. Kesalahan dan perasaan malu dipikul oleh seluruh keluarga. Kenyataan ini secara faktual mungkin disebabkan adanya ikatan darah yang kuat antar anggota keluarga.

9.      Fungi Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang segar dan gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini, tempat-tempat hiburan banyak berkembang di luar rumah karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga.

10.  Fungsi Ekonomis
Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagia besar masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghidupi keluarganya. Namun, bagi sebagian keluarga keadaannya seperti sebuah pabrik, masing-masing bekerja sesuai dengan tugasnya. Keluarga diposisikan sebagai tempat bekerja bagi para anggotanya yang dewasa ini sudah berubah.
11.  Fungsi Penentuan Status
Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan dari peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Status dan peran terdiri atas dua macam, yaitu status dan peran yang ditentukan oleh masyarakat, status dan peran yang diperjuangkan oleh usaha-usaha manusia.[5]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konsep keluarga menurut Islam secara substansial tidak begitu berbeda dengan bentuk konsep kelurga sakinah yang ada pada hukum Islam yaitu membentuk rumah tangga yang bernafaskan Islam , yaitu mawaddah wa rahmah. Dalam sebuah keluarga terdapat sebuah pranata sosial yang mendasar diantaranya : Pranata kencan, Pranata peminangan, Pranata pertunangan, Pranata perkawinan.
Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat lainnya, dibawah ini adalah tipe-tipe keluarga diantaranya yaitu: Keluarga Batih (Nuclear Family), Keluarga Luas (Extended Family), Keluarga Pangkal (Stem Family), Keluarga Gabungan (Joint Family), Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi.
Selain type keluarga, keluarga juga mempunyai Fungsi disini mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban, diantaranya yaitu: Fungsi Biologis, Pengaturan Seksual, Reproduksi, Sosialisasi Anak, Afeksi, Edukatif, Religius, Protektif, Rekreatif, Ekonomis, Penentuan Status.
B.     Penutup
Demikianlah pemaparan makalah dari kelompok kami, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik. Kurang lebihnya terimakasih dan semoga tulisan kami bermanfaat.




DAFTAR PUSTAKA
Abud, Abdul Ghani, Keluargaku Surgaku, Jakarta : Mizan Publika, 2004.
Abu, Muhammad Zahrah, Membangun Masyarakat Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,  1994.
Bagong Suyanto, Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta : Prenada Media Group, 2004
ChesterL.Hunt,Paul B. Horton, Sosilogi jilid 1, Jakarta: Erlangga, 1984


[1] Abdul Ghani Abud, Keluargaku Surgaku, (Jakarta : Mizan Publika, 2004), Hal. 123
[2] Muhammad Abu Zahrah, Membangun Masyarakat Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus,  1994), Hal. 62-63
[3] Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta : Prenada Media Group, 2004). Hal. 227
[4] Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta : Prenada Media Group, 2004). Hal. 228-231
[5] Paul B. Horton, ChesterL.Hunt, Sosilogi jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 1984),hal. 274-279.

Pengaruh Motivasi Dalam Proses Dakwah



A.    Latar Belakang

Dalam memahami jenis perilaku manusia dapat dijelaskan dalam sebuah motivasi Para ahli psikologi menempatkan motivasi pada posisi penentu bagi kegiatan hidup individu dalam usahanya untuk  mencapai sebuah tujuan. Hubert Bonner, seperti yang dikutip oleh H. M Arifin mengatakan bahwa, secara fundamental motivasi bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang terserah pada suatu tujuan. Dimana dalam motivasi terdapat suatu dorongan dinamis yang mendasari segala tingkah laku manusia. Oleh karena itu motivasi dipandang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dalam pandangan islam, secara khusus Al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang berbagai macam dorongan dalam diri manusia menggerakkan tingkah laku manusia (motivasi) dalam system nafs dipaparkan Al-Qur’an dalam QS. yusuf :53, QS. Al-Baqarah:30, QS. An-Nas: 4-5 dari ayat –ayat tersebut dapat disimpulkan bahwasannya manusia memiliki dorongan jahat yang dapat menggerakannya pada perbuatan merusak yang mendorong kepada kejahatan. Sehingga dalam islam diberi stimulus yang dating dari dalam diri untuk menggerakkan motif yang baik sehingga dapat mengalahkan kekuatan yang negatif.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari motivasi dakwah ?
2.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dakwah ?
3.      Bagaimana munculnya dorongan fisiologis dalam motivasi dakwah ?
4.      Bagaimana peranan motivasi dalam berdakwah ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian motivasi dakwah
Motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang berarti “DORONGAN  atau DAYA PENGGERAK”. Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan  sesuatu. Motif merupakan pengertian yang melingkupi penggerak. Alasan/ dorongan didalam manusialah yang menyebabkan manusia itu berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif.[1][1] Motivasi adalah proses dimana perilaku diberikan energy dan diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.atau kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan pada tujuan tertentu yang telah direncankan.[2]  Motivasi adalah karakteristik  psikologis manusia yang memberikan kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah dan tekad tertentu[3].
Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya, berasal dari dalam dirinya, untuk lakukan sesuatu. Motif memberikan tujuan dan arah pada tingkah laku manusia. Contohnya kita makan tiga kali sehari dan tidur setiap malam, dengan motif memenuhi kebutuhan makanan dan istirahat. Secara etimologis, motif/ dalam bahasa Inggisnya motive, berasal dari kata motion artinya gerakan/ sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif erat kaitannya dengan gerak. Yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia/ perbuatan/ tingkah laku.Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan/ pembangkit tenaga bagi teradinya suatu tingkah laku.
Sebenarnya motivasi adalah istilah lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan/ akhir dari gerakan. Karena itu motivasi bisa dikatakan membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan/ tujuan. Jika mahasiswa belajar dengan tekun sampai larut malam itu disebabkan adanya motif yang timbul padanya. Maka pembahasan tentang motivasi akan mengarah pada pertanyaan “mengapa mahasiswa haru belajar dengan tekun” dst. Sesungguhnya motivasi itu sendiri bukan faktor kekuatan yang netral/ kebak pada pengaruh faktor lain. Misalnya pengalaman masa lalu, taraf inteligensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup, dsb.
Dalam bahasa al-Qur’an, dakwah terambil dari kata da’a-yad’u-da’watan, yang secara lughawi (etimologi) memiliki kesamaan makna dengan kata al nida yang berarti menyatu atau memanggil. Adapun dalam aspek terminologis, pakar dakwah syekh ali mahfuz mengatikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan yang buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat. Dakwah juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memotivasi orang dengan basirah, yang artinya mendorong orang dengan pengetahuan yang mendalam dengan tujuan agar motivasi ini tepat sasaran. [4]
Meskipun secara umum motivasi merujuk pada upaya yang dilakukan guna mencapai suatu sasaran, maka dalam mootivasi dakwah sasaran yang dimaksud adalah sasaran dakwah, yaitu terjadinya perubahan pemahaman, perasaan, sikap dan perilaku mad’u sesuai dengan pesan dakwah yang disampaikan oleh da’I tujuan atau hasil yang dinginkan tersebut merupakan kekuatan yang menjadi energy rohaniah da’i dalam meaksanakan tugas dakwah. Dengan demikian sesungguhnya motivasi da’I dalam melaksanakan dakwah sangat dipengaruhi oleh pemenuhan akan kebutuhan hidup yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik serta tujuan yang diciptakan.

B.      faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dakwah
factor yang mendorong motivasi suatu perilaku itu bersifat komplek. Motivasi yang membimbing perilaku itu harus difahami sifat dasarnya, yang menurut maslow sifat dasar moivasi itu adalah:
1.      Bersifat kontemporer atau kekinian. Artinya sifat suatu hal itu bisa menjadi kekuatan pendorong jika sesuatu itu adalah baru, kekinian atau up-todate
2.      Bersifat kompleks. Artinya sifat motvasi itu tidak hanya untuk memperoleh kenikmatan, mengurangi ketegangan, memperoleh kekuatan dan rasa aman saja.
3.      Sifatnya melibatkan proses kognitif. Artinya sifat motivasi itu melibatkan tujuan-tujuan yang dinginkan rencana sadarnya.
4.      Bersifat kongkrit dan nyata. Artinya motivasi itu bersifat kongkrit dan nyata, bukan sesuatu yang abstrak.[5]
C.    munculnya dorongan fisiologis dalam motivasi dakwah
Secara khusus alqur’an telah mengisyaratkan tentang berbagai dorongan dalam diri manusia yang menggerakan tingkah laku manusia, dorongan-dorongan itu meliputi dorongan fisologis (dari diri sendiri) dan dorongan psikologis.
a.       Dorongan fisologis
Dorongan yang diperlukanbagi kelestarian hidup manusia. Dorngan fisiologis sendiri itu terbagi menjadi dua:
1.      Dorongan untuk menjaga diri
Dalam sebagian ayat al-qur’an Allah mengemukakan dorongan-dorongan fisiologis terpenting yang berfungsi untuk menjaga diri dan kelangsungan hidup manusia, misalnya rasa lapar, haus, kepanasan, dll.
2.      Dorongan mempertahankan kelangsungan hidup jenis
Allah telah menciptakan dorongan fisiologis alamiah yang mendorong manusia maupun hewan melakukan tingkah laku penting yang menentukan kelangsungan hidupnya.
b.      Dorongan Psikologis
1.      Dorongan untuk memiliki
 yaitu dorongan psikologis yang dimiki manusia dalam proses sosialisasi yang dijalaninya.
2.      Dorongan memusuhi
Dorongan memusuhi tampak dalam tingkah laku manusia yang memusuhi orang lain dengan tujuan untuk menyakitinya, dalam bentuk fisik maupun dengan kata-kata. Permusuhan pertama yang terjadi dalam kehidupan manusia ialah kemusuhan qabil (anak adam) terhadap saudaranya (Habil) ketika Allah menerima qurban Habil dan tidak menerima qurban Qabil. Maka karena didorong oleh rasa cemburunya Qabil pun membunuh saudaranya.
3.      Dorongan berkompetisi
Kompetisi merupakan salah satu dorongan-dorongan psikis yang dipelajari seseorang melalui lingkunganya. Pendidikan yang diterimanya mengantarkanya pada aspek-aspek dimana kompetisi dipandang baik demi kemajuan dan perkembanganya dan sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat.
4.      Dorongan beragama
Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiah dalam watak kejadian manusia. Dalam relung jiwanya manusia merasakan adanya dorongan untuk mencari dan meikirkan sang penciptanya dan pencipta alam semesta, dorongan untuk menyembahnya, meminta pertolongan padanya setiap kali ia ditimpa malapetaka dan bencana.[6]
D.    Peranan motivasi dalam proses dakwah
Motivasi memiliki tiga komponen yang pokok yaitu menggerakan, mengarahkan, dan meopang tingkah laku manusia. Motivasi mengarahkan tingkah laku individu kea rah suatu tujuan yang untuk menjaga dan meopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu-individu tersebut.[7]
Penggerakan dakwah merupakan inti dari manajemen dakwah, karena dalam proses ini semua aktivitas dakwah dilaksanakan dalam penggerakan dakwah ini, pemimpin menggerakan semua naggota untuk melakukan semua aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan sebelumnya agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Agar fungsi dalam penggerakan dakwah ini dapat berfungsi maka menggunakan teknik-teknik tertentu yang meliputi sebagai berikut :
1.      Memberikan penjelasan penjelasan secara komprehensif kepada seluruh elemen dakwah yang ada dalam organisasi dakwah.
2.      Usahakan agar setiap pelaku dakwah menyadari, mengerti, memahami, dan menerima baik tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Setiap pelaku dakwah mengerti struktur organisasi yang dibentuk dan memahami mad’unya.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antar sikap, kebutuhan persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi ini muncul karena sebagai akibat dari proses psikologis yang disebabkan karena factor dalam diri seseorang yang disebut intrinsic dan factor dari luar diri seseorang yang disebut factor ekstrinsik. Jadi dalam proses berdakwah motivasi bisa mempengaruhi pada dai’I maupun mad’u.[8]






BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dalam Motivasi Dakwah dalam proses berdakwah sekiranya kita bisa menyimpulkan bahwa motivasi dalam berdakwah sangat diperlukan, hal ini akan menjadi lebih baik lagi jika motivasi digunakan para da’I kepada si mad’unya agar proses dakwah bisa berjalan selaras dengan apa yang diinginkan oleh para da’I.
Motivasi dakwah sangat erak kaitannya dengan psikologi karena motivasi juga menjadi sub bab penting dalam pembahasan psikologi secara umum.
B.     Penutup
Demikianlah pemaparan makalah dari kelompok kami, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah selanjutnya agar lebih baik. Kurang lebihnya terimakasih dan semoga tulisan kami bermanfaat.

                                                    





DAFTAR PUSTAKA
AR, Yoga, Kamus Psikologi, Jakarta: Restu Agung, 2004.

Faizah, Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.
Ismail,Ilyas dan Hotman, priyo, filsafat dakwah, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011.
                                                                                                               
Machasin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Semarang: CV. Karya Abadi, 2015.

M. Riza Sihbudi, Psikologi umum,Bandung: Mizan, 1991.
Yunan Yusuf, Manajemen Dakwah, Jakarta : Putra Grafika, 2006.



[1]  M. Riza Sihbudi, Psikologi umum,Bandung: Mizan, 1991, hlm .24.
[2] AR, Yoga, Kamus Psikologi, Jakarta: Restu Agung, 2004 hlm.179.
                                                                                                                                                    
[3] H. Machasin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Semarang: CV. Karya Abadi,2015, hlm.105.
[4] Ismail,Ilyas dan Hotman, priyo, filsafat dakwah, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011 hlm.27-29.
[5] H. Machasin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Semarang: CV. Karya Abadi,2015, hlm.109

[6]Faizah, Psikologi Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 118-121
[7] Faizah, Psikologi Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 125                                   
[8] Yunan Yusuf, Manajemen Dakwah, (Jakarta : Putra Grafika, 2006), hlm. 139